arsMYMA #17
- mymafhunair
- Jan 12, 2023
- 3 min read
Bentuk Penerapan 16 Hari Anti Kekerasan Seksual Pada Hukum Acara Pidana
Oleh :
Aisyah Ramadhani
Anggota Divisi Research and Development MYMA FH UNAIR
Dalam rangka mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia, maka muncul kampanye internasional yakni 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence). Di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Indonesia. Kegiatan ini setiap tahunnya dilaksanakan dari mulai tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan dilaksanakan hingga tanggal 10 Desember yang mana tanggal tersebut adalah Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Penentuan 16 hari dalam HAKTP ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam rentang waktu selama 16 (enam belas) hari tersebut, para aktivis Hak Asasi Manusia khususnya perempuan dapat memiliki waktu yang cukup dalam berupaya untuk membangun strategi tertentu dalam melakukan pengorganisasian agenda bersama, yaitu untuk:
Melakukan penggalangan gerakan solidaritas dengan dasar bahwa kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan pada dasarnya merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia
Mendorong agar dilakukannya kegiatan bersama sebagai upaya untuk melakukan penjaminan atas perlindungan yang lebih baik lagi terhadap para penyintas, yakni korban yang telah mampu untuk melewati pengalaman atas terjadinya kekerasan.
Mengajak semua orang yang turut terlibat secara aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Atas dilaksanakannya kegiatan ini, tentunya strategi yang diterapkan sangatlah beragam. Dengan bentuk strategi yang bermacam-macam tersebut, tentunya strategi itu sendiri dilakukan dengan maksud agar:
Munculnya peningkatan atas pemahaman berkaitan dengan kekerasan berbasis gender sebagai isu hak asasi manusia yang dilaksanakan di tingkat lokal, nasional, regional, ataupun bahkan di tingkat internasional
Memperkuat pekerjaan-pekerjaan di tingkat lokal untuk melakukan penanganan atas kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.
Membentuk kerjasama yang kokoh dalam mengupayakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan pada tingkat lokal maupun internasional
Melakukan pengembangan atas metode-metode yang dianggap efektif dalam meningkatkan pemahaman publik yang merupakan strategi perlawanan sebagai gerakan dalam menghapus bentuk kekerasan terhadap perempuan
Membangun gerakan anti kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan untuk memperkuat tekanan terhadap pemerintah sebagai upaya agar pemerintah mengupayakan serta melaksanakan penghapusan segala macam bentuk kekerasan yang dapat dilaksanakan terhadap perempuan.
Mengadopsi prinsip 16 Hari Anti Kekerasan dimana isu perempuan dan kesetaraan gender dalam instrumen hukum merupakan transformasi penerapan Hak Asasi Manusia menjadi hukum positif. Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ditetapkan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas kemanusiaan. Penjelasan dari pasal tersebut menunjukan maksud bahwa dalam setiap isi materi perundang undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan HAM dan juga harkat martabat warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Di dalam SPP, prinsip-prinsip HAM dan kesetaraan gender menjadi acuan dalam perumusan aturan-aturan yang lebih operatif.
Secara umum, pengaturan yang ada pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pun masih sangat universal tanpa memandang jenis kelamin tertentu yang seringkali cenderung merugikan perempuan, seperti pemenuhan hak korban dalam KUHAP
Hak korban untuk mengajukan laporan atau pengaduan Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 108 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis.”
Adanya bentuk laporan serta pengaduan korban atas suatu peristiwa menjadikan tahap penyelidikan dan penyidikan yang merupakan bagian dari SPP mulai bekerja. Laporan ini jika dihubungkan dengan kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap perempuan, maka akan banyak alasan keengganan untuk melapor karena merasa kasus yang dialami merupakan aib. Hal ini perlu diatasi sejak dari tahapan penyelidikan/penyidikan untuk membuka ruang keberanian korban untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya. Selain itu, korban mendapatkan kenyamanan pelayanan serta kepastian bahwa ia akan mendapatkan keadilan, kebenaran, dan pemulihan. Pengaturan hak-hak korban masih minimal dibandingkan hak-hak tersangka dan terdakwa. Rumusan dalam KUHAP akhirnya dirasakan bersifat sentralisasi pada institusi penegak hukum, memuat aturan yang bersifat justifikasi terhadap penyalahgunaan wewenang, dan multi interpretatif demi memberi ruang yang fleksibel bagi penggunaan wewenang oleh penegak hukum. Sentralisasi ini merupakan akibat dari ketidakkeseimbangan dalam menerjemahkan sistem perlindungan individual, publik, dan negara. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Bacaan
Website
Komnas Perempuan, 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, diakses dari https://komnasperempuan.go.id/kampanye-detail/16 hari anti-kekerasan-terhadap-perempuan pada 12 Desember 2022, Pukul 20.13.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Comments