top of page
Search

arsMYMA #4

  • Writer: mymafhunair
    mymafhunair
  • Jul 30, 2021
  • 4 min read

Fenomena Pengendalian Opini Publik melalui Buzzer Politik: Masih Adakah Rasa Aman dan Kebebasan Berpendapat di Dunia Maya?


Oleh :

Raymond Jonathan

Staff Divisi Research and Development MYMA FH UNAIR





Besarnya pengaruh media sosial dalam kehidupan sehari-hari menjadikan media sosial sebagai alat bagi para politisi (baik secara perorangan maupun partai politik) untuk menjadi lebih dekat dengan masyarakat serta guna menyebarkan pengaruh politik yang dimilikinya. Tak heran apabila media sosial dalam beberapa tahun terakhir ini digunakan sebagai media kampanye dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu), misalnya saja di Indonesia[1] dan Amerika Serikat.[2] Kesuksesan kampanye para politisi pun turut didukung dengan adanya peranan buzzer politik yang bertugas untuk melaksanakan fungsi marketing, melakukan pembelaan terhadap pihak yang didukung, serta menjatuhkan pihak lawan (kerap kali dengan ujaran kebencian).[3]


Tren penggunaan buzzer politik tidak begitu saja berakhir setelah Pemilu usai, namun juga pada saat para politisi menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara. Penelitian Oxford Internet Institute melansir bahwa buzzer politik di Indonesia bekerja dengan melakukan manipulasi opini publik dalam dunia maya melalui penguatan penyebaran konten disinformatif.[4] Fenomena pengendalian opini publik juga terjadi di negara lain, seperti Tiongkok dengan buzzer politik yang disebut dengan wumao atau Fifty Cents Army.[5] Sebagai akibatnya, keberadaan buzzer politik di Indonesia kian meresahkan pengguna media sosial karena memicu polarisasi dalam dunia maya.[6]


Tidak hanya mengakibatkan tensi sosial, namun keberadaan buzzer politik di Indonesia yang melakukan manipulasi opini publik juga berpotensi melanggar hak konstitusional masyarakat atas kebebasan berpendapat yang diatur dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD NRI 1945. Ketentuan tersebut pada pokoknya mengatur bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Potensi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut juga secara langsung melanggar hak kebebasan berpendapat yang diatur dalam Pasal 25 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang pada pokoknya mengatur bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Pengendalian opini publik yang dilakukan oleh buzzer politik berpotensi membatasi kebebasan berpendapat yang dimiliki masyarakat sebab opini publik dikendalikan dan digiring untuk mengikuti satu pemikiran yang sesuai kepentingan suatu kelompok tertentu.


Keberadaan buzzer politik pun berpotensi melanggar Pasal 28I Ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kedua pasal tersebut pada pokoknya mengatur bahwa hak untuk kemerdekaan pikiran adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Dengan demikian pula, keberadaan buzzer politik turut mengancam pelaksanaan hak asasi manusia mutlak atau non-derogable rights yang dimiliki masyarakat.


Dalam beberapa kasus, kerap kali buzzer politik melakukan tindakan represif di dunia maya dengan melakukan cyberbullying maupun doxing (pembongkaran privasi atau identitas) terhadap pihak yang berbeda pendapat dan kepentingan dari buzzer itu sendiri.[7] Tindakan tersebut juga berpotensi mengancam hak konstitusional masyarakat yang pada pokoknya diatur dalam Pasal 28G UUD NRI 1945 bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Tidak hanya itu, tindakan tersebut juga berpotensi melanggar Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Potensi pelanggaran yang ditimbulkan dari tindakan buzzer politik turut melanggar ketentuan hak asasi manusia secara internasional yang diatur dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (Kovenan Sipol). Secara spesifik, tindakan buzzer yang melakukan pengendalian opini publik melanggar Pasal 19 DUHAM bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas. Selain itu, tindakan buzzer politik juga melanggar Pasal 19 Ayat (1) Kovenan Sipol yang mengatur bahwa setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.


Menyikapi merebaknya fenomena buzzer politik ini, maka negara harus meningkatkan jaminan dan perlindungan hak asasi manusia agar hak asasi manusia dapat dinikmati oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap kepentingan seluruh masyarakat. Pemerintah memiliki kewajiban untuk menegakkan dan melindungi hak asasi yang dimiliki masyarakatnya semata-mata untuk melaksanakan amanat konstitusi dan Undang-Undang yang ada pada negaranya. Dalam hal ini, juga diperlukan political will dari pemerintah untuk menciptakan dunia maya yang aman dan demokrasi melalui pembentukan regulasi yang mumpuni. Selain itu, pemerintah juga perlu untuk melakukan normalisasi terhadap polarisasi yang terjadi dalam masyarakat akibat pengendalian opini publik yang masif dilakukan oleh buzzer.


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

[1] Deutsche Welle, ‘Kisah Buzzer Media Sosial Jelang Pemilu’ (Deutsche Welle, 2019) <https://www.dw.com/id/kisah-buzzer-media-sosial-jelang-pemilu/a-47888500> accessed on 24 July 2021

[2] Jennifer Stromer-Galley, ‘Trump and Biden ads on Facebook and Instagram focus on rallying the base’ (The Conversation, 2020) <https://theconversation.com/trump-and-biden-ads-on-facebook-and-instagram-focus-on-rallying-the-base-146904> accessed on 24 July 2021

[3] Juditha, Christiany. ‘Buzzer di Media Sosial Pada Pilkada dan Pemilu Indonesia’ (2019) 3 Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika.[200].

[4] Bradshaw, Samantha. et.al. The Global Disinformation Order: 2019 Global Information of Organized Social Media Manipulation (Oxford Internet Institute 2019).[8].

[5] Anonymous. ‘How to Spot a State-Funded Chinese Internet Troll’ (Foreign Policy, 2015) <https://foreignpolicy.com/2015/06/17/how-to-spot-a-state-funded-chinese-internet-troll> accessed on 25 July 2021

[6] Badrun, Ubedilah. ‘Ketahanan Nasional Indonesia Bidang Politik Di Era Demokrasi Digital (Tantangan Tahun Politik 2018-2019 dan Antisipasinya)’ (2018) 33 Jurnal Kajian Lemhannas Republik Indonesia.[31].

[7] CNN Indonesia, ‘Bintang Emon, Fitnah Buzzer dan Represi Demokrasi di Medsos’ (CNN Indonesia, 2019) <https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200616174643-185-513976/bintang-emon-fitnah-buzzer-dan-represi-demokrasi-di-medsos> accessed on 25 July 2021



DAFTAR PUSTAKA


Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia.

Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.


Jurnal

Badrun, Ubedilah. ‘Ketahanan Nasional Indonesia Bidang Politik Di Era Demokrasi Digital (Tantangan Tahun Politik 2018-2019 dan Antisipasinya)’ (2018) 33 Jurnal Kajian Lemhannas Republik Indonesia.[31].

Juditha, Christiany. ‘Buzzer di Media Sosial Pada Pilkada dan Pemilu Indonesia’ (2019) 3 Prosiding Seminar Nasional Komunikasi dan Informatika.[200].


Buku/Kajian

Bradshaw, Samantha. et.al. The Global Disinformation Order: 2019 Global Information of Organized Social Media Manipulation (Oxford Internet Institute 2019).[8].


Artikel dari lama internet/media online

Anonymous. ‘How to Spot a State-Funded Chinese Internet Troll’ (Foreign Policy, 2015) <https://foreignpolicy.com/2015/06/17/how-to-spot-a-state-funded-chinese-internet-troll> accessed on 25 July 2021

CNN Indonesia, ‘Bintang Emon, Fitnah Buzzer dan Represi Demokrasi di Medsos’ (CNN Indonesia, 2019) <https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200616174643-185-513976/bintang-emon-fitnah-buzzer-dan-represi-demokrasi-di-medsos> accessed on 25 July 2021

Deutsche Welle, ‘Kisah Buzzer Media Sosial Jelang Pemilu’ (Deutsche Welle, 2019) <https://www.dw.com/id/kisah-buzzer-media-sosial-jelang-pemilu/a-47888500> accessed on 24 July 2021

JJennifer Stromer-Galley, ‘Trump and Biden ads on Facebook and Instagram focus on rallying the base’ (The Conversation, 2020) <https://theconversation.com/trump-and-biden-ads-on-facebook-and-instagram-focus-on-rallying-the-base-146904> accessed on 24 July 2021

 
 
 

Recent Posts

See All
arsMYMA #17

Bentuk Penerapan 16 Hari Anti Kekerasan Seksual Pada Hukum Acara Pidana Oleh : Aisyah Ramadhani Anggota Divisi Research and Development...

 
 
 
arsMYMA #16

Optimalisasi Perlindungan dan Pemenuhan Hak Pekerja Disabilitas Oleh : Shania Vivi Armylia Putri Anggota Divisi Research and Development...

 
 
 
arsMYMA #15

Menilik Tindakan Represif Aparat Mencederai HAM dalam Tragedi Kanjuruhan Disaster Oleh : Indriani Vicky Kartikasari Anggota Divisi...

 
 
 

Comments


Speak and Write For Truth and Justice

bottom of page